Sabtu, 09 April 2016

Karangan Non Ilmiah (Cerpen)

Tak Perlu Menjauh, Aku Tak Kan Mendekat
Pagi itu matahari bersinar cerah. Memantulkan cahaya yang sangat cerah.  Aku berpikir hari itu akan jadi hari yang cerah juga untuk hidupku. Sudah hampir 16 bulan aku menjalani hubungan jarak jauh dengan Andi teman dekatku. Hari itu hari yang bersejarah untuk dirinya.
Seminggu yang lalu Andi menghubungiku melalui pesan singkatnya malam-malam, ”Nina, aku sudah di bandara. Besok kamu ada acara? Kita bertemu ya ”.
Aku pun senang bukan kepayang. Rasanya semua beban dalam diriku hilang seketika. Kesehatanku yang kurang baik pun berubah. Aku sangat bahagia mendengarnya. Dia bukanlah sosok yang romantis. Tapi dia selalu berusaha untuk menjadi pria yang lebih baik dimataku.
Esok hari pun tiba. Sedari matahari terbit aku telah siapkan diriku untuk bertemu dengannya. Mulai dari berluluran hingga pergi ke salon untuk merapihkan rambutku. Aku pun menanyakan kabar darinya.
“Andi, kita jadi pergi?”, tanyaku halus.
“Nina, maaf banget. Langit sudah gelap. Sebentar lagi turun hujan. Kurasa kita tidak bisa bertemu. Nah sekarang sudah hujan dan nanti malam aku ada acara”, balas Andi dengan jelas.
Saat itu aku hanya bisa diam. Hal yang paling ku nantikan hanya dapat bertemu dengannya. Tak masalah walau hanya 10 menit. Asalkan aku bisa melihat wajahnya yang ku rindukan itu. Aku hanya bisa menahan ego ku. Rasa rinduku yang tak tertahankan hanya bisa ku tahan dalam sanubariku. Tak banyak hal yang bisa kulakukan. Dan aku segera membalas pesan singkatnya.
“Andi, tak apa jika kita tidak bisa bertemu. Nanti juga kamu bakal pulang lagi. Aku tau, kamu pulang bukan untuk bertemu denganku. Tak masalah. Kamu urus saja urusanmu itu”, jawabku pasrah.
Andi sangat merasa tidak enak kepada ku. Aku dan Andi pun berselisih paham. Aku sudah bilang tidak apa – apa. Tapi Andi tetap ingin bertemu. Tidak lama setelah itu Andi tiba di rumahku. Dia menjemputku. Bagaimana aku tidak senang. Melihat kembali sosok pria yang sangat mendebarkan jantungku itu. Mood ku yang rusak, berubah menjadi baik. Aku kira ini semua pertanda baik ternyata tidak.
Sedikit tersirat dipikiranku, apakah dia datang karena rindu padaku atau karena dia tidak enak kepadaku? Andi dan aku sudah cukup lama kenal. Aku sudah merasa nyaman dengannya. Bagaimana tidak?  Meskipun dia jauh disana, dia selalu berusaha memberikan waktunya untuk ku.  Setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun yang kita lewati Andi selalu bisa membuatku percaya akan semua perkataannya.
Pertemuan yang seperti drama itu ternyata pertemuan terakhir untuk kita. Sekarang aku sudah paham. Andi tak pernah menyadarinya. Sikap nya telah berubah sejak kita masuki usia hubungan 14 bulan. Aku seperti merasa kalau dia sudah tidak seperti dahulu. Aku tak pernah membicarakan perubahan itu. Aku hanya dapat diam dan menyimpannya dalam sabar.
Pertemuan terakhir kita sungguh indah. Dia bertingkah sungguh manis. Bertingkah seakan tak ingin pergi dan lepas dari diriku. Tak pernah ku sadari kalau perasaannya sangat tulus kepadaku. Hingga membuat ku terbuai dalam manisnya tingkah lakunya itu. Sampai aku merasa di puncak cinta yang indah.
“Nina, besok aku ada acara. Besoknya lagi aku harus balik untuk kuliah kembali. Tolong pahami aku jika kita gagal bertemu. Jika kamu harus menungguku begitu lama”, kata Andi sambil menggenggam tanganku erat.
Aku tak mengerti. Apa sebenarnya yang dia rasakan sekarang. Dia pun kembali ke tempat rantau nya. Dia pun sibuk dengan kegiatannya. Dan disini aku percaya saja bahwa dia memang sibuk dan aku bisa apa. Hari demi hari sudah hilang kata – kata manis darinya. Pertengkaran sering terjadi. Kepedulianku terhadapnya tak pernah lagi diindahkan. Kasih sayang ku yang sangat besar bahkan tak pernah dia pahami.
Sesungguhnya dia tahu, bahwa aku sudah sejak lama sadar dia bosan, dia jenuh, dan dia juga mejauh. Tapi aku masih setia bertahan untuk dirinya dan rasa sayang  yang sudah mendalam ini. Aku memutar otak. Lagi - lagi aku berusaha membuang egois dalam diriku dan merubahnya menjadi sabar. Aku hanya berharap penantian dan rasa sayang ini tidak sia – sia. Tapi apa dayaku. Hanya aku yang berusaha mati – matian menjaga hubungan ini agar baik – baik saja.
Dia berusaha agar aku tak khawatir dengan dirinya disana. Tetap terlihat manis di lusa dan pagi itu. Tapi malam pun tiba. Hujan turun dengan derasnya. Nada deringku berbunyi. Andi menghubungiku.
“Nina, aku tidak bisa lagi jalani hubungan ini. Aku tidak bisa bohong kepadamu dan perasaanku sendiri. Aku memang bosan. Aku memang menjauhimu. Jika sekarang ada yang bisa kulakukan, aku hanya dapat meminta seribu maaf kepadamu”, lirih Andi.
Aku diam. Mencoba mencerna semua kata – katanya. Aku tau hal ini akan terjadi. Bukan karena aku yang salah. Entahlah aku tidak dapat berbuat apa – apa lagi. Setelah satu minggu pertemuan indah kita dia mengukir kenangan buruk dihari sebelum ke 17 hubungan ini. Mungkin aku yang terlalu bodoh. Terlalu percaya semua perkataan mu. Hingga kau tega mendorongku dari jurang yang tinggi seperti ini. Apa yang bisa aku lakukan lagi? Aku sudah berusaha mati – matian demi hubungan ini. Tapi apa daya. Aku tidak bisa mempertahankan jika aku sendirian.
Memang seharusnya aku yang mundur. Sudah tak ada lagi yang bisa ku berikan kepadamu. Air mataku sudah kering. Senyumku sudah hilang. Kasih sayangku sudah habis. Dari sini aku hanya dapat mengirimi mu doa. Pencipta ku lebih tau mana yang terbaik. Tak perlu kau menjauh, aku tak kan mendekat.

S.F.R      


Tidak ada komentar:

Posting Komentar