Penanganan
Cybercrime
Agnes
Sekar, Dita Logiarti, Niken Pratiwi dan Suci Fajarwati
Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan
Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma
Kota Depok, Jawa Barat – 16424, Indonesia
Abstrak — Meskipun dapat mempermudah
kegiatan sehari – hari dengan berkembangnya teknologi inofrmasi menyebabkan
banyaknya kejahatan yang ada pada dunia komputerisasi. Kejahatan – kejahatan
ini perlu diatasi dengan melakukan pencegahan dan menghukum orang – orang yang
melakukan kejahatan komputer.
Keywords— kehajatan
computer, cybercrime, penanganan,
pencegahan,
I. Pendahuluan
Saat pertama
kali diciptakan, komputer merupakan sebuah mesin dengan kemampuan terbatas,
dari waktu ke waktu mesin tersebut mengalami perkembangan yang signifikan baik
dari sisi kemampuan maupun ukuran. Hampir di berbagai bidang dapat menggunakan komputer di aktivitas hariannya,
begitu pula dengan pemakai perseorangan. Terlebih lagi sejak ditemukannya
internet yang memberikan dampak jauh lebih besar pada komunikasi berbasis
komputer, dan mendorong pula dilakukannya transaksi bisnis via Internet. Banyak
perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan fasilitas komputer dan juga internet.
Perkembangan
Internet yang semakin hari semakin pesat baik teknologi dan penggunaannya, membawa
banyak dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif yang ditimbulkan
adalah kita menjadi lebih mudah dalam menyelesaikan segala macam kegiatan.
Tapi, teknologi Internet juga membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak
dengan manfaat yang dihasilkan. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat
konvensional berkembang menjadi sebuah kejahatan modern dengan tingkat kerugian
yang lebih besar dengan dampak yang luas. Contohnya; Dunia perbankan melalui
Internet (e-banking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven
Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal
Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet
banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama
mirip http://www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain http://www.klik-bca.com,
www.kilkbca.com,
http://www.clikbca.com,
http://www.klickbca.com
dan http://www.klikbac.com.
Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security
untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah
BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs
plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan
nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya.
Perkembangan
yang pesat dalam pemanfaatan jasa internet pada akhirnya mengundang terjadinya
kejahatan, yang lebih dikenal dengan nama Cybercrime. Cybercrime merupakan perkembangan dari computer crime.
II. Pembahasan
A. Definisi Cybercrime
Berikut beberapa pendapat tentang apa yang
dimaksud dengan Cybercrime. Menurut Teguh Wahyono, S. Kom, 2006 cybercrime adalah
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang
berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.
Beberapa definisi lain seperti yang terangkum
dalam artikel Golose (2006) antara lain menurut The U.S. Department of Justice
memberikan pengertian computer crime sebagai:"…any illegal act requiring knowledge Computer
technology for its perpetration,
investigation,
or prosecution". Pengertian
lainnya diberikan oleh Organization of European Community Development, yaitu:
"any illegal, unethical or
unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the
transmission of data".
Andi Hamzah mengartikan Cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum sebagai
penggunaan komputer secara ilegal. Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dapat dirumuskan sebagai
perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai
sarana / alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan
ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
B. Jenis – Jenis Cybercrime
Berdasarkan
jenis aktifitas yang dilakukannya :
1.
Unauthorized Access
Merupakan
kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu
sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan
dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port
merupakan contoh kejahatan ini
2. Illegal Contents
Merupakan
kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet
tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar
hokum atau mengganggu ketertiban umum. Contohnya adalah penyebaran pornografi.
3.
Penyebaran Virus Secara Sengaja
Penyebaran
virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang
system emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian
dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
4. Data Forgery
Kejahatan
jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen – dokumen
penting yang ada di internet. Dokumen – dokumen ini biasanya dimiliki oleh
institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
5. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan
yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap
pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis
kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran
terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
6. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan
seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan
dilakukan berulang-ulang. Kejahatan
tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan
media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email
dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
7. Carding
Carding merupakan
kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan
digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
8. Hacking
dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang
yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan
bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan
aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang
yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking
di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account
milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga
pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial
Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target
(hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
9. Cybersquatting
and Typosquatting
Cybersquatting
merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan
orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan
harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting
adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan
nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
10. Hijacking
Hijacking merupakan
kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering
terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
11. Cyber
Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk
cracking ke situs pemerintah atau
militer. Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut:
- Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke
gedung WTC, diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di
laptopnya.
- Osama Bin Laden diketahui menggunakan
steganography untuk komunikasi jaringannya.
- Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim
diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
- Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai
DoktorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau
mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin
Laden.
Berdasarkan
motif kegiatan :
1. Cybercrime sebagai
tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni
merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif
kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai
sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian
nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan
di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk
menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi
(spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan
internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat
dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
2. Cybercrime
sebagai kejahatan “abu - abu”
Pada
jenis kejahatan internet yang masuk dalam wilayah “abu – abu”, cukup sulit
menentukan apakah itu merupakan tindak criminal atau bukan mengingat motif
kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian
terhadap system milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak –
banyaknya dari system yang diintai. Termasuk system operasi yang digunakan,
port – port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.
Berdasarkan
sasaran kejahatan :
1.
Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau
individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan
tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
2. Pornografi
Kegiatan yang dilakukan
dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang
berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
3.
Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan
untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer,
misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti
halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual,
religius, dan lain sebagainya.
4.
Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan
melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC,
Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
5. Cybercrime
menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik
orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer
secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara
tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery
dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
6. Cybercrime
menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan
terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk
juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.
C. Pencegahan dan Penanggulangan Cybercrime
Tindak pidana cybercrime
memakan korban yang tidak sedikit jumlahnya, terutama dari sisi finansial.
Sebagian besar korban hanya bisa menyesali apa yang sudah terjadi. Mereka
berharap bisa belajar banyak dari pengalaman yang ada, yang perlu dilakukan
sekarang adalah melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang
dapat merugikan kita sebagai pelaku IT. Pencegahan itu dapat berupa:
·
Educate
User (memberikan pengetahuan baru terhadap Cyber Crime dan dunia nternet)
·
Use
hacker’s perspective (menggunakan pemikiran dari sisi hacker untuk melindungi sistem Anda)
·
Patch
System (menutup lubang-lubang kelemahan pada
sistem)
·
Policy
(menentukan kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan
yang melindungi sistem anda dari orang-orang yang tidak berwenang)
·
IDS (Intrusion Detection System) bundled with IPS (Intrusion Prevention
System)
·
Firewall
AntiVirus
Beberapa langkah penting yang harus dilakukan
dalam penanggulangan Cybercrime adalah
:
· Melakukan
modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan
dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
· Meningkatkan
sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
· Meningkatkan
pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,
investigasi dan penuntutan perkaraperkara yang berhubungan dengan Cybercrime
· Meningkatkan
kesadaran warga negara mengenai masalah Cybercrime
serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
· Meningkatkan
kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam
upaya penanganan Cybercrime, antara
lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.
D. Tindakan Hukum bagi Pelaku Cybercrime
Cybercrime law dan
regulasi yang tepat di bidang ICT dianggap penting dalam menarik investasi
maupun pengembangan perekonomian yang berbasis IT. Cybercrime potensial menimbulkan kerugian pada beberapa bidang :
politik, ekonomi, sosial budaya yang lebih besar dampaknya dibandingkan dengan
kejahatan yang berintensitas tinggi lainnya. Di masa mendatang dapat menganggu
perekonomian nasional melalui jaringan infrastruktur yang berbasis teknologi
elektronik (perbankan, telekomunikasi satelit, jaringan listrik, dan jaringan
lalu lintas penerbangan Ishak, 2002 (dalam Setiyadi, 2003). Menjawab tuntutan
dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat
hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap
permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai
motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non
materi. Peraturan dan perundangan di bidang ICT termasuk Cybercrime law diperlukan karena (setiyadi, 2003):
1. Melindungi integritas pemerintah dan menjaga
reputasi suatu negara.
2. Membantu negara terhindar dari menjadi surga
bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir, dan operasi
penipuan.
3. Membantu negara terhindar dari sebutan
sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatan
cybercrime.
4. Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya
kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha.
5. Memberikan perlindungan terhadap data yang
tergolong khusus (classified),
rahasia, informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data
publik yang dianggap perlu untuk dilindungi.
6. Melindungi konsumen, membantu penegakan
hukum, dan aktivitas intelligen. Mencegah korupsi.
7. Meningkatkan keamanan nasional dan mengurangi
kerentanan dari serangan dan aksi
oleh teroris dan mereka yang
berniat jahat.
8. Melindungi dunia usaha dari resiko bisnis
seperti kehilangan pangsa pasar, rusaknya
reputasi, penipuan, tuntutan
hukum dari publik, dan kasus perdata maupun pidana.
9. Sebagai sarana untuk menghukum pelaku
kejahatan di bidang teknologi informasi.
10. Meningkatkan peluang bagi diakuinya catatan
elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan dalam kasus kejahatan
biasa seperti pencurian, penipuan, pembunuhan, penculikan dan lain – lain, atau
kejahatan komputer dan kejahatan yang dilakukan menggunakan Internet.
Pengaturan
hukum dalam Internet masih relatif baru dan terus berkembang, ada dorongan
pengaturan yang bersifat global, namun kedaulatan hukum menjadikannya tidak
mudah terlaksana. Hal ini menjadi salah satu kelemahan dari penegakan cybercrime law terutama jika menyangkut
perkara kejahatan yang dilakukan oleh individu atau entitas bisnis yang berada
di negara lain.
Konstitusi
suatu negara tidak dapat dipaksakan kepada negara lain karena dapat
bertentangan dengan kedaulatan dan konstitusi negara lain, oleh karena itu hanya
berlaku di negara yang bersangkutan saja, seperti pada kasus berikut :
- Yahoo vs
Perancis: Yahoo menjual atribut Nazi yang dilarang di Perancis
- Google
vs China: Pemerintah China memblokir situs Google dan mengalihkan ke situs
Pemerintah.
Kasus Cybercrime terjadi hampir di setiap
negara di dunia dan masing-masing negara mempunyai cara penanganan yang
berbeda, (Rahardjo, 2001). Pada Amerika Serikat memiliki:
a) Computer Crime and
Intellectual Property Section (CCIPS) of the Criminal Division of the U.S.
Departement of Justice. Institusi ini memiliki situs web
<http://www.cybercrime.gov> yang memberikan informasi tentang cybercrime.
Namun banyak informasi yang masih terfokus kepada computer crime.
b) National Infrastructure Protection
Center (NIPC) merupakan sebuah institusi pemerintah Amerika Serikat yang
menangani masalah yang berhubungan dengan infrastruktur. Institusi ini
mengidentifikasi bagian infrastruktur yang penting (critical) bagi negara (khususnya bagi Amerika Serikat). Situs web:
<http://www.nipc.gov>. Internet atau jaringan komputer sudah dianggap
sebagai infrastruktur yang perlu mendapat perhatian khusus. Institusi ini
memberikan advisory
c) The National Information
Infrastructure Protection Act of 1996
d) CERT yang memberikan advisory tentang adanya lubang keamanan (Security holes).
Sedangkan
Korea memiliki Korea Information Security
Agency yang bertugas untuk melakukan evaluasi perangkat keamanan komputer
& Internet, khususnya yang akan digunakan oleh Pemerintah.
Saat ini,
Indonesia belum memiliki Undang - Undang khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime, walaupun rancangan undang undang tersebut sudah ada
sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang tindak pidana
di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat
Negara RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR
namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk
diperbaiki.
Dalam
Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan Cybercrime, para Penyidik ( khususnya
Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal
yang ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime antara lain:
1. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana), pasal-pasal yang terkait :
a. Pasal 362 KUHP tentang
pencurian ( Kasus carding ) Carding sendiri dalam versi POLRI meliputi
(Arifiyadi, 2008):
i. Mendapatkan nomor kartu kredit
(CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing.
ii. Mendapatkan nomor kartu
kredit melalui kegiatan chatting di Internet.
iii. Melakukan pemesanan barang
ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan Jasa Internet.
iv. Mengambil dan memanipulasi
data di Internet.
v. Memberikan keterangan palsu,
baik pada waktu pemesanan maupun pada saat pengambilan barang di Jasa
Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL, TNT, dan lain-lain.). Carding (pelakunya biasa disebut carder), adalah kegiatan melakukan
transaksi e-commerce dengan nomor kartu kredit palsu atau curian. Pelaku tidak
harus melakukan pencurian atau pemalsuan kartu kredit secara fisik, melainkan
pelaku cukup mengetahui nomor kartu dan tanggal kadaluarsanya saja .
b. Pasal 378 KUHP tentang
Penipuan (Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang).
c. Pasal 311 KUHP Pencemaran nama
Baik (melalui media internet dengan mengirim email kepada Korban maupun
teman-teman korban).
d. Pasal 303 KUHP Perjudian
(permainan judi online).
e. Pasal 282 KUHP Pornografi
(Penyebaran pornografi melalui media internet).
f. Pasal 282 dan 311 KUHP
(tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di
Internet).
g. Pasal 378 dan 362 (tentang
kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membayar,
dengan kartu kredit hasil curian ).
2. Undang-Undang No.19 Thn 2002
tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program Komputer atau software.
3. Undang-Undang No.36 Thn 1999
tentang Telekomukasi, (penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum
atau pribadi).
4. Undang-undang No.25 Thn 2003
tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15 Thn 2002 tentang Pencucian Uang.
5. Undang-Undang No.15 thn 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
E. Hambatan dalam Penanganan Cybercrime
Meskipun
sudah ada beberapa pasal yang bisa menjerat pelaku Cybercime ke penjara masih dijumpai adanya hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan di lapangan yang antara lain sebagai berikut (Noor, 2005):
1) Perangkat hukum yang belum memadai
Para penyidik ( khususnya Polri )
melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada
dalam KUHP sependapat bahwa perlu dibuat undangundang yang khusus mengatur cybercrime.
2) Kemampuan penyidik
Secara umum penyidik Polri masih
sangat minim dalam penguasaan operasional komputer dan pemahaman terhadap hacking komputer serta kemampuan
melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus itu. Beberapa faktor yang sangat
berpengaruh (determinan) adalah:
a. Kurangnya pengetahuan tentang
komputer.
b. Pengetahuan teknis dan
pengalaman para penyidik dalam menangani kasus-kasus Cybercrime masih terbatas.
c. Faktor sistem pembuktian yang
menyulitkan para penyidik.
3) Alat Bukti
Persoalan alat bukti yang
dihadapi di dalam penyidikan terhadap Cybercrime
antara lain berkaitan dengan karakteristik kejahatan cybercrime itu sendiri, yaitu ; sasaran atau media cybercrime adalah data dan atau sistem
komputer atau sistem internet yang sifatnya mudah diubah, dihapus, atau
disembunyikan oleh pelakunya, Cybercrime seringkali
dilakukan hampir-hampir tanpa saksi, di sisi lain, saksi korban seringkali
berada jauh di luar negeri sehingga menyulitkan penyidik melakukan pemeriksaan
saksi dan pemberkasan hasil penyidikan.
4) Fasilitas komputer forensik
Untuk membuktikan jejak-jejak
para hacker, dan cracker dalam melakukan aksinya terutama yang berhubungan dengan
program-program dan data-data komputer, sarana Polri belum memadai karena belum
ada komputer forensik. Fasilitas ini diperlukan untuk mengungkap datadata
digital serta merekam dan menyimpan bukti-bukti berupa soft copy (image, program, dsb). Dalam hal ini Polri masih belum
mempunyai fasilitas forensic computing yang
memadai. Fasilitas forensic computing yang
akan didirikan Polri diharapkan akan dapat melayani tiga hal penting yaitu evidence collection, forensic analysis, expert witness.
III. Kesimpulan
Cyber crime merupakan fenomena sosial yang membuka cakrawala keilmuan
dalam dunia hukum. Hal ini dimaksudkan betapa dasyatnya suatu kejahatan dapat
dilakukan hanya dengan berduduk manis didepan komputer. Cyber Crime merupakan
sisi gelap dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang membawa
implikasi sangat luas dalam seluruh bidang kehidupan yang terkait erta dengan
economic crime dan organized crimes. Hal ini berkaitan karena cyber crime
terjadi dengan adanya transaksi jual beli di dunia maya, seperti contohnya terjadinya
tindak pidana penipuan akibat transaksi jual beli barang melalui sarana
internet. Latar belakang seseorang melakukan cyber crime dalam hal ini tindak
pidana penipuan transaksi jual – beli barang melalui internet adalah adanya
peluang (oppurtunity ), faktor ekonomi dimana seseorang selalu tidak pernah
merasa puas, kemampuan seseorang dalam teknologi informasi, perkembangan
teknologi yang semakin pesat dan longgarnya kebijakan undang-undang . Faktor
Ekonomi dan pola pikir masyarakat Indonesia yang selalu tergiur akan barang
murah maupun barang diskon merupakan akar yang penting atau sebab yang penting
mengapa seseorang melakukan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual – beli
barang di Internet . Untuk meminimalisasikan tindak tersebut, pemerintah memiliki
upaya-upaya perlindungan dalam melindungi masyarakat yaitu memberikan
peringatan, penyuluhan mengenai bahaya-bahaya yang terdapat dalam dunia maya,
dan memberikan informasi mengenai serangan serta teknik pengantisipasian
terhadap ancaman ancaman yang mungkin terjadi di dunia maya.
Daftar Pustaka
[1]
https://ahmadmartak.files.wordpress.com/2010/01/konsep-teknologi-teknologi-informasi-dan-komunikasi1.doc/5/7/2015
[3]
irmarr.staff.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar