Jumat, 24 Maret 2017

JURNAL ETIKA PROFESI (PENANGANAN CYBERCRIME)


Penanganan Cybercrime

Agnes Sekar, Dita Logiarti, Niken Pratiwi dan Suci Fajarwati
Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Gunadarma
Kota Depok, Jawa Barat – 16424, Indonesia






Abstrak — Meskipun dapat mempermudah kegiatan sehari – hari dengan berkembangnya teknologi inofrmasi menyebabkan banyaknya kejahatan yang ada pada dunia komputerisasi. Kejahatan – kejahatan ini perlu diatasi dengan melakukan pencegahan dan menghukum orang – orang yang melakukan kejahatan komputer.
Keywords— kehajatan computer, cybercrime, penanganan, pencegahan,

                                                                                                                                                                  I.   Pendahuluan

Saat pertama kali diciptakan, komputer merupakan sebuah mesin dengan kemampuan terbatas, dari waktu ke waktu mesin tersebut mengalami perkembangan yang signifikan baik dari sisi kemampuan maupun ukuran. Hampir di berbagai bidang dapat  menggunakan komputer di aktivitas hariannya, begitu pula dengan pemakai perseorangan. Terlebih lagi sejak ditemukannya internet yang memberikan dampak jauh lebih besar pada komunikasi berbasis komputer, dan mendorong pula dilakukannya transaksi bisnis via Internet. Banyak perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan fasilitas komputer dan juga internet.
Perkembangan Internet yang semakin hari semakin pesat baik teknologi dan penggunaannya, membawa banyak dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif yang ditimbulkan adalah kita menjadi lebih mudah dalam menyelesaikan segala macam kegiatan. Tapi, teknologi Internet juga membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat yang dihasilkan. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional berkembang menjadi sebuah kejahatan modern dengan tingkat kerugian yang lebih besar dengan dampak yang luas. Contohnya; Dunia perbankan melalui Internet (e-banking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip http://www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain http://www.klik-bca.com, www.kilkbca.com, http://www.clikbca.com, http://www.klickbca.com dan http://www.klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya.
Perkembangan yang pesat dalam pemanfaatan jasa internet pada akhirnya mengundang terjadinya kejahatan, yang lebih dikenal dengan nama Cybercrime. Cybercrime merupakan perkembangan dari computer crime.

                                                                                                                                                                  II.         Pembahasan

A.    Definisi Cybercrime

Berikut beberapa pendapat tentang apa yang dimaksud dengan Cybercrime. Menurut Teguh Wahyono, S. Kom, 2006 cybercrime adalah Perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.
Beberapa definisi lain seperti yang terangkum dalam artikel Golose (2006) antara lain menurut The U.S. Department of Justice memberikan pengertian computer crime sebagai:"…any illegal act requiring knowledge Computer technology for its perpetration,
investigation, or prosecution". Pengertian lainnya diberikan oleh Organization of European Community Development, yaitu: "any illegal, unethical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data".
Andi Hamzah mengartikan Cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum sebagai penggunaan komputer secara ilegal. Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dapat dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana / alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.

B.    Jenis – Jenis Cybercrime

Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya :
1. Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan contoh kejahatan ini

2. Illegal Contents
Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hokum atau mengganggu ketertiban umum. Contohnya adalah penyebaran pornografi.

3. Penyebaran Virus Secara Sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang system emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.

4. Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen – dokumen penting yang ada di internet. Dokumen – dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.

5. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.

6. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.

7. Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.

8. Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.

9. Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.

10. Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).

11. Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut:
- Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
- Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya.
- Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
- Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai DoktorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.

Berdasarkan motif kegiatan :
1. Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.

2. Cybercrime sebagai kejahatan “abu -  abu”
Pada jenis kejahatan internet yang masuk dalam wilayah “abu – abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak criminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap system milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak – banyaknya dari system yang diintai. Termasuk system operasi yang digunakan, port – port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

Berdasarkan sasaran kejahatan :
1. Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
2. Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
3. Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
4. Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
5. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
6. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.

C.    Pencegahan dan Penanggulangan Cybercrime

Tindak pidana cybercrime memakan korban yang tidak sedikit jumlahnya, terutama dari sisi finansial. Sebagian besar korban hanya bisa menyesali apa yang sudah terjadi. Mereka berharap bisa belajar banyak dari pengalaman yang ada, yang perlu dilakukan sekarang adalah melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat merugikan kita sebagai pelaku IT. Pencegahan itu dapat berupa:
·         Educate User (memberikan pengetahuan baru terhadap Cyber Crime dan dunia nternet)
·         Use hacker’s perspective (menggunakan pemikiran dari sisi hacker untuk melindungi sistem Anda)
·         Patch System (menutup lubang-lubang kelemahan pada sistem)
·         Policy (menentukan kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan yang melindungi sistem anda dari orang-orang yang tidak berwenang)
·         IDS (Intrusion Detection System) bundled with IPS (Intrusion Prevention System)
·         Firewall AntiVirus

Beberapa langkah penting yang harus dilakukan dalam penanggulangan Cybercrime adalah :
·  Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
·  Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
·  Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkaraperkara yang berhubungan dengan Cybercrime
·  Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah Cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
·  Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan Cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.

D.    Tindakan Hukum bagi Pelaku Cybercrime

Cybercrime law dan regulasi yang tepat di bidang ICT dianggap penting dalam menarik investasi maupun pengembangan perekonomian yang berbasis IT. Cybercrime potensial menimbulkan kerugian pada beberapa bidang : politik, ekonomi, sosial budaya yang lebih besar dampaknya dibandingkan dengan kejahatan yang berintensitas tinggi lainnya. Di masa mendatang dapat menganggu perekonomian nasional melalui jaringan infrastruktur yang berbasis teknologi elektronik (perbankan, telekomunikasi satelit, jaringan listrik, dan jaringan lalu lintas penerbangan Ishak, 2002 (dalam Setiyadi, 2003). Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Peraturan dan perundangan di bidang ICT termasuk Cybercrime law diperlukan karena (setiyadi, 2003):
1.       Melindungi integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu negara.
2.       Membantu negara terhindar dari menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir, dan operasi penipuan.
3.       Membantu negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatan cybercrime.
4.       Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha.
5.       Memberikan perlindungan terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia, informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang dianggap perlu untuk dilindungi.
6.       Melindungi konsumen, membantu penegakan hukum, dan aktivitas intelligen. Mencegah korupsi.
7.       Meningkatkan keamanan nasional dan mengurangi kerentanan dari serangan dan aksi
oleh teroris dan mereka yang berniat jahat.
8.       Melindungi dunia usaha dari resiko bisnis seperti kehilangan pangsa pasar, rusaknya
reputasi, penipuan, tuntutan hukum dari publik, dan kasus perdata maupun pidana.
9.       Sebagai sarana untuk menghukum pelaku kejahatan di bidang teknologi informasi.
10.    Meningkatkan peluang bagi diakuinya catatan elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan dalam kasus kejahatan biasa seperti pencurian, penipuan, pembunuhan, penculikan dan lain – lain, atau kejahatan komputer dan kejahatan yang dilakukan menggunakan Internet.

Pengaturan hukum dalam Internet masih relatif baru dan terus berkembang, ada dorongan pengaturan yang bersifat global, namun kedaulatan hukum menjadikannya tidak mudah terlaksana. Hal ini menjadi salah satu kelemahan dari penegakan cybercrime law terutama jika menyangkut perkara kejahatan yang dilakukan oleh individu atau entitas bisnis yang berada di negara lain.
Konstitusi suatu negara tidak dapat dipaksakan kepada negara lain karena dapat bertentangan dengan kedaulatan dan konstitusi negara lain, oleh karena itu hanya berlaku di negara yang bersangkutan saja, seperti pada kasus berikut :
- Yahoo vs Perancis: Yahoo menjual atribut Nazi yang dilarang di Perancis
- Google vs China: Pemerintah China memblokir situs Google dan mengalihkan ke situs Pemerintah.
Kasus Cybercrime terjadi hampir di setiap negara di dunia dan masing-masing negara mempunyai cara penanganan yang berbeda, (Rahardjo, 2001). Pada Amerika Serikat memiliki:
a) Computer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) of the Criminal Division of the U.S. Departement of Justice. Institusi ini memiliki situs web <http://www.cybercrime.gov> yang memberikan informasi tentang cybercrime. Namun banyak informasi yang masih terfokus kepada computer crime.
b)  National Infrastructure Protection
Center (NIPC) merupakan sebuah institusi pemerintah Amerika Serikat yang menangani masalah yang berhubungan dengan infrastruktur. Institusi ini mengidentifikasi bagian infrastruktur yang penting (critical) bagi negara (khususnya bagi Amerika Serikat). Situs web: <http://www.nipc.gov>. Internet atau jaringan komputer sudah dianggap sebagai infrastruktur yang perlu mendapat perhatian khusus. Institusi ini memberikan advisory
c) The National Information Infrastructure Protection Act of 1996
d) CERT yang memberikan advisory tentang adanya lubang keamanan (Security holes).
Sedangkan Korea memiliki Korea Information Security Agency yang bertugas untuk melakukan evaluasi perangkat keamanan komputer & Internet, khususnya yang akan digunakan oleh Pemerintah.
Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang - Undang khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime, walaupun rancangan undang undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki.
Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan Cybercrime, para Penyidik ( khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime antara lain:
1. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), pasal-pasal yang terkait :
a. Pasal 362 KUHP tentang pencurian ( Kasus carding ) Carding sendiri dalam versi POLRI meliputi (Arifiyadi, 2008):
i. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing.
ii. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet.
iii. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan Jasa Internet.
iv. Mengambil dan memanipulasi data di Internet.
v. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat pengambilan barang di Jasa Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL, TNT, dan lain-lain.). Carding (pelakunya biasa disebut carder), adalah kegiatan melakukan transaksi e-commerce dengan nomor kartu kredit palsu atau curian. Pelaku tidak harus melakukan pencurian atau pemalsuan kartu kredit secara fisik, melainkan pelaku cukup mengetahui nomor kartu dan tanggal kadaluarsanya saja .
b. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan (Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang).
c. Pasal 311 KUHP Pencemaran nama Baik (melalui media internet dengan mengirim email kepada Korban maupun teman-teman korban).
d. Pasal 303 KUHP Perjudian (permainan judi online).
e. Pasal 282 KUHP Pornografi (Penyebaran pornografi melalui media internet).
f. Pasal 282 dan 311 KUHP (tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet).
g. Pasal 378 dan 362 (tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membayar, dengan kartu kredit hasil curian ).

2. Undang-Undang No.19 Thn 2002 tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program Komputer atau software.

3. Undang-Undang No.36 Thn 1999 tentang Telekomukasi, (penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi).

4. Undang-undang No.25 Thn 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15 Thn 2002 tentang Pencucian Uang.

5. Undang-Undang No.15 thn 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

E.    Hambatan dalam Penanganan Cybercrime

Meskipun sudah ada beberapa pasal yang bisa menjerat pelaku Cybercime ke penjara masih dijumpai adanya hambatan-hambatan dalam pelaksanaan di lapangan yang antara lain sebagai berikut (Noor, 2005):
1) Perangkat hukum yang belum memadai
Para penyidik ( khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP sependapat bahwa perlu dibuat undangundang yang khusus mengatur cybercrime.
2) Kemampuan penyidik
Secara umum penyidik Polri masih sangat minim dalam penguasaan operasional komputer dan pemahaman terhadap hacking komputer serta kemampuan melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus itu. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh (determinan) adalah:
a. Kurangnya pengetahuan tentang komputer.
b. Pengetahuan teknis dan pengalaman para penyidik dalam menangani kasus-kasus Cybercrime masih terbatas.
c. Faktor sistem pembuktian yang menyulitkan para penyidik.
3) Alat Bukti
Persoalan alat bukti yang dihadapi di dalam penyidikan terhadap Cybercrime antara lain berkaitan dengan karakteristik kejahatan cybercrime itu sendiri, yaitu ; sasaran atau media cybercrime adalah data dan atau sistem komputer atau sistem internet yang sifatnya mudah diubah, dihapus, atau disembunyikan oleh pelakunya, Cybercrime seringkali dilakukan hampir-hampir tanpa saksi, di sisi lain, saksi korban seringkali berada jauh di luar negeri sehingga menyulitkan penyidik melakukan pemeriksaan saksi dan pemberkasan hasil penyidikan.
4) Fasilitas komputer forensik
Untuk membuktikan jejak-jejak para hacker, dan cracker dalam melakukan aksinya terutama yang berhubungan dengan program-program dan data-data komputer, sarana Polri belum memadai karena belum ada komputer forensik. Fasilitas ini diperlukan untuk mengungkap datadata digital serta merekam dan menyimpan bukti-bukti berupa soft copy (image, program, dsb). Dalam hal ini Polri masih belum mempunyai fasilitas forensic computing yang memadai. Fasilitas forensic computing yang akan didirikan Polri diharapkan akan dapat melayani tiga hal penting yaitu evidence collection, forensic analysis, expert witness.

                                                                                                                                                                  III.        Kesimpulan

Cyber crime merupakan fenomena sosial yang membuka cakrawala keilmuan dalam dunia hukum. Hal ini dimaksudkan betapa dasyatnya suatu kejahatan dapat dilakukan hanya dengan berduduk manis didepan komputer. Cyber Crime merupakan sisi gelap dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang membawa implikasi sangat luas dalam seluruh bidang kehidupan yang terkait erta dengan economic crime dan organized crimes. Hal ini berkaitan karena cyber crime terjadi dengan adanya transaksi jual beli di dunia maya, seperti contohnya terjadinya tindak pidana penipuan akibat transaksi jual beli barang melalui sarana internet. Latar belakang seseorang melakukan cyber crime dalam hal ini tindak pidana penipuan transaksi jual – beli barang melalui internet adalah adanya peluang (oppurtunity ), faktor ekonomi dimana seseorang selalu tidak pernah merasa puas, kemampuan seseorang dalam teknologi informasi, perkembangan teknologi yang semakin pesat dan longgarnya kebijakan undang-undang . Faktor Ekonomi dan pola pikir masyarakat Indonesia yang selalu tergiur akan barang murah maupun barang diskon merupakan akar yang penting atau sebab yang penting mengapa seseorang melakukan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual – beli barang di Internet . Untuk meminimalisasikan tindak tersebut, pemerintah memiliki upaya-upaya perlindungan dalam melindungi masyarakat yaitu memberikan peringatan, penyuluhan mengenai bahaya-bahaya yang terdapat dalam dunia maya, dan memberikan informasi mengenai serangan serta teknik pengantisipasian terhadap ancaman ancaman yang mungkin terjadi di dunia maya.

Daftar Pustaka
[3]     irmarr.staff.gunadarma.ac.id




Tidak ada komentar:

Posting Komentar