PERBEDAAN STANDAR PROFESI IT DI INDONESIA,
ASIA, EROPA DAN AMERIKA
Standar profesi IT disetiap Negara pasti berbeda-beda sesuai dengan
ketentuan dari Negara masing-masing. Menurut Schein E. H
(1962), Profesi merupakan suatu kumpulan atau kesatuan pekerjaan yang
membangun suatu kesatuan norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya
yang khusus di masyarakat. Berikut pembahasan tentang perbedaan standar profesi
di Indonesia, Asia, Eropa dan Amerika.
1. Standar
Profesi Di Indonesia
Perkembangan industri TI ini membutuhkan suatu formalisasi yang lebih
baik dan tepat mengenai pekerjaan profesi yang berkaitan dengan keahlian dan
fungsi dari tiap jabatannya. Hal ini menimbulkan kebutuhan untuk dibentuknya
suatu standar profesi di bidang tersebut. Para profesional TI, sudah sejak lama
mengharapkan adanya suatu standar kemampuan yang kontinyu dalam profesi
tersebut. Masih banyaknya pekerjaan yang belum adanya standardisasi dan
sertifikasi Profesi IT di indonesia, dikarenakan Standardisasi Profesi IT yang
diperlukan Indonesia adalah standar yang lengkap, dimana semua kemampuan
profesi IT di bidangnya harus di kuasai tanpa kecuali, profesi IT seseorang mempunyai
kemampuan, dan keahlian yang berbeda dengan bidang yang berbeda-beda, tapi
perusahaan membutuhkan sebuah Pekerja IT yang bisa di semua bidang, dapat
dilihat dari sebuh lowongan kerja yang mencari persyaratan dengan kriteria yang
lengkap yang dibutuhkan perusahaan[1]. Komponen pokok yang
harus diperhatikan dalam menentukan standar profesi adalah komptensi.
Kompetensi ini mencangkup pendidikan, pengetahuan, keterampilan, sikap kerja
dan kemampuan komunikasi serta sosial. Kompetensi berbanding lurus dengan nilai
seorang pekerja, makin langka orang yang bias menempati suatu posisi juga akan
ikut mendongkrak value orang tersebut. Standarisasi profesi telah menjadi
pertimbangan penting untuk bebrapa institusi pemerintahan seperti badan
pengkajian dan penerapan teknologi, departemen tenaga kerja, departemen
pendidikan serta departemen perdagangan dan industri.
2. Standar
Profesi di Asia
Perkembangan industri dalam bidang TI ini membutuhkan formalisasi yang
lebih baik dan tepat mengenai pekerjaan, profesi berkaian dengan keahlian dan
fungsi dari tiap jabatan. South East Asia Regional
Computer Confideration (SEARCC) merupakan suatu
forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional IT (Information
Technology) yang terdiri dari 13 negara. SEARCC dibentuk pada Februari 1978, di
Singapore oleh 6 ikatan komputer dari negara-negara Hong Kong, Indonesia,
Malaysia, Philipine, Singapore dan Thailand. SEARCC mengadakan konferensi
setahun dua kali ditiap negara anggotanya secara bergiliran. Keanggotaan SEARCC
bertambah, sehingga konferensi dilakukan sekali tiap tahunnya. Konferensi yang
ke-15 ini, yang bernama SEARCC '96 kali ini diselenggarakan oleh Computer
Society of Thailand di Thailand dari tanggal 3-8 Juli 1996. Sri Lanka
telah menjadi anggota SEARCC sejak tahun 1986, anggota lainnya adalah
Australia, Hong Kong, India Indonesia, Malaysia, New Zealand, Pakistan,
Philipina, Singapore, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Kanada. Indonesia
sebagai anggota South East Asia Regional Computer Confideration(SEARCC) turut
serta dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh SEARCC . Salah satunya
adalah SRIG-PS (Special Regional Interest Group on Profesional
Standardisation), yang mencoba merumuskan standardisasi pekerjaan di dalam
dunia Teknologi Informasi. Untuk keperluan tersebut.
Standardisasi Profesi Model
SRIG-PS-SEARCC.
SRIG-PS dibentuk karena adanya kebutuhan untuk mewujudkan dan menjaga
standar profesional yang tinggi dalam dunia Teknologi Informasi, khususnya
ketika sumber daya di region ini memiliki kontribusi yang penting bagi
kebutuhan pengembangan TI secara global. SRIG-PS diharapkan memberikan hasil
sebagai berikut :
- Terbentuknya Kode Etik untuk profesional TI
- Klasifikasi pekerjaan dalam bidang Teknologi Informasi
- Panduan metoda sertifikasi dalam TI
- Promosi dari program yang disusun oleh SRIG-PS di tiap negara anggota SEARCC
Pada pertemuan yang ke empat di Singapore, Mei 1994, tiga dari empat
point tersebut hampir dituntaskan dan telah dipresentasikan pada SEARCC 1994 di
Karachi. Dalam pelaksanaannya kegiatan SRIG-PS ini mendapat sponsor dari Center
of International Cooperation on Computerization (CICC). Hasil kerja
tersebut dapat diperoleh di Central Academy of Information
Technology (CAIT), Jepang. Pelaksanaan SRIG-PS dilakukan dalam 2
phase.
- Phase 1, hingga pertemuan di Karachi telah diselesaikan.
- Phase 2, akan diselesaikannya panduan model SRIG-PS, phase 2 ini akan diselesaikan di SEARCC 97 yang akan diselenggarakan di New Delhi.
Pembentukan Kode Etik
Kode etik merupakan suatu dokumen yang meletakkan standard dari
pelaksanaan kegiatan yang diharapkan dari anggota SEARCC. Anggota dalam dokumen
ini mengacu kepada perhimpunan komputer dari negara-negara yang berbeda yang
merupakan anggota SEARCC. Sebelum suatu kode etik diterima oleh SEARCC,
dilakukan beberapa langkah pengembangan, yaitu :
- Menelaah kode etik yang telah ada dari assosiasi yang sejenis, yaitu :
- IFIP (International Federation for Information Processing)
- ACM (Association for Computing Machinery)
- ASOCIO (Asian Oceaniq Computer Industries Organization)
Menelaah
kode etik yang telah ada pada asosiasi anggota SEARCC :
a.
Malaysian Computer Society (Code of
Profesional Conduct)
b.
Australian Computer Society (Code
of Conduct)
c.
New Zealand Computer Society (Code
of Ethics and Profesional Conduct)
d.
Singapore Computer Society (Profesional
Code of Conduct)
e.
Computer Society of India (Code of
Ethics of IT Profesional)
f.
Philipine Computer Society (Code of
Ethics)
g.
Hong Kong Computer Society (Code of
Conduct)
h.
Mengembangkan draft dari model
i.
Model tersebut ditelaah dan diselesaikan oleh anggota
SRIG-PS
j.
EXCO-SEARCC menyetujui kode etik tersebut.
Kode etik
tersebut memiliki suatu kerangka kerja yang akan menentukan pengimplementasian kode
etik tersebut yaitu :
- Pelaksanaan umum
- Dalam relasinya dengan SEARCC
- Dalam relasinya dengan anggoa lain dari SEARCC.
Kode Etik SEARCC ini dapat digunakan untuk menyusun kode etik bagi suatu
himpunan di negara anggota. Dengan mengacu kepada kode etik dan menyesuaikan
dengan kondisi dan dasar hukum di Indonesia, diharapkan IPKIN dapat menyusun
suatu kode etik untuk profesi teknologi Informasi di Indonesia.
Klasikasi Job secara regional merupakan suatu pendekatan kualitatif untuk
menjabarkan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan tertentu pada tingkat tertentu. Sebelum diterimanya suatu model
klasifikasi pekerjaan dilakukan analisis terhadap model yang telah dipakai pada
beberapa negara misal: Malaysia, Singapore, Hong Kong dan Jepang. Kemudian
dijabarkan suatu kriteria yang dapat diterima untuk menjadi model regional.
Proses identifikasi kemudian dilakukan untuk mengetahui klasifikasi pekerjaan
yang dapat diterima di region tersebut. Kemudian dilakukan pendefinisian
fungsi, output, pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk setiap tingkatan
dari pekerjaan tersebut. Proses ini telah dilaksanakan pada SRIG-PS Meeting di
Hong Kong 3-5 Oktober 1995.
Pada umumnya terdapat dua pendekatan dalam melakukan klasifikasi
pekerjaan ini yaitu, model yang berbasiskan industri atau bisnis. Pada model
ini pembagian pekerjaan diidentifikasikan oleh pengelompokan kerja di berbagai
sektor di industri Teknologi Informasi. Model ini digunakan oleh Singapore dan
Malaysia.
3. Standar Profesi di Eropa dan Amerika
Satu hal penting mengapa
profesi pustakawan dihargai di Amerika adalah bahwa dari sejarahnya,
perkembangan profesi pustakawan di Amerika Serikat sejalan dengan sejarah
pembentukan Amerika Serikat sebagai negara modern dan juga perkembangan dunia
akademik. Pada masa kolonial, tradisi kepustakawanan di dunia akademik
merupakan bagian dari konsep negara modern, utamanya berkaitan dengan fungsi
negara untuk menyediakan dan menyimpan informasi. Oleh karena itu, profesi purstakawan dan ahli
pengarsipan mulai berkembang pada masa itu.
Sejalan dengan itu, posisi pustakawan mengakar kuat di
universitas-universitas dan tuntutan profesionalitas pustakawan pun meningkat.
Untuk menjadi seorang pustakawan, Seseorang harus mendapatkan gelar pada
jenjang S1 pada area tertentu terlebih dahulu untuk bisa melanjutkan ke jenjang
S2 di bidang perpustakaan. Khusus untuk pustakawan hukum, beberapa sekolah
perpustakaan memiliki jurusan khusus pustakawan hukum.
Untuk memastikan hal ini, dibentuklah panduan profesi pustakawan yang
memastikan seorang pustakawan harus memiliki gelar profesional pustakawan.
Selain harus memiliki sertifikat, para pustakawan profesional ini pun juga
terus mengembangkan pendidikan profesinya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan
di area tertentu yang berkaitan dengan pengolahan dokumen. Hal ini penting
untuk menghadapi perkembangan dunia elektronik yang juga berpengaruh terhadap
kebutuhan pengguna dan proses pengolahan.
Sementara itu, pekerjaan-pekerjaan teknis yang berkaitan dengan manajemen
dan pengelolaan perpustakaan seperti scanning dokumen, jaringan internet,
memasang sistem katalog dalam jaringan komputer, dikerjakan ahli‐ahli
yang berfungsi sebagai staf teknis perpustakaan. Umumnya mereka memiliki latar
belakang pendidikan di bidang Teknologi Informasi. Mereka staf teknis dan bukan
pustakawan.
Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia. Profesi pustakawan
seringkali ditempatkan hanya sebagai pekerjaan teknis, tukang mengolah katalog,
mencari dan mengembalikan buku perpustakaan ditempatnya, serta memfotokopi
dokumen yang dibutukan pengguna. Tidak ada pembagian fungsi dan tugas yang tegas antara pustakawan dan staf
teknis.
Kesimpulan:
Standar profesi disetiap negara berbeda satu sama lain, karena pada
setiap negara mempunyai kriteria yang mengacu pada kemampuan dari masyarakat di
Negara tersebut. Negara Indonesia mengacu pada kompetensi masyarakatnya dengan
menggunakan kemampuan profesi IT di bidangnya yang harus di kuasai tanpa
kecuali. Di Asia terdapat South East Asia Regional
Computer Confideration (SEARCC) merupakan suatu
forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional IT (Information
Technology) yang terdiri dari 13 negara. SEARCC mengadakan konferensi setahun
dua kali ditiap negara anggotanya secara bergiliran. Konferensi tersebut
membahas mengenai perumusan standarisasi profesi yang membentuk kode etik dan
klasifikasi pekerjaan yang akan digunakan. Sementara standarisasi profesi yang
berada di Eropa dan Amerika memiliki Pustakawan yang bekerjasama dengan The
Modern Language Association menyusun panduan yang berkaitan dengan informasi
linguistik yang berisi materi‐materi, metode‐metode
dan bahkan hal‐hal mengenai etika yang berkaitan dengan linguistik.
Banyak pustakawan hukum di Amerika Serikat yang juga memiliki gelar hukum dan
aktif melakukan penelitian dan kontribusi lainnya terhadap profesi hukum. Jadi
penentu standarisasi profesi mengacu pada kemampuan atau kompetensi dari
masyarakat yang ada dinegaranya masing-masing.
Sumber :
diakses pada 4 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar